#Solar Habis#, pengumuman yang sudah hampir terjadi tiap hari di depan gerbang SPBU di Handil/ Muara Jawa - Kalimantan Timur. Hampir seperti slogan tikus mati di lumbung padi, Handil yang merupakan salah satu kota penghasil minyak ketika ditemukan sekitar tahun 1974 sehingga dijuluki sebagai kota minyak ternyata masyarakat disini sudah terbiasa dengan antrian ketika akan membeli solar/ bensin di SPBU, masih mending kalau kebagian lebih sering kecewa dan terpaksa membeli di tukang minyak eceran. Konsumsi solar untuk masyarakat kebanyakan tersedot untuk kebutuhan transportasi truck yang mengangkut batu-bara. Setiap hari antrian truck batu bara mengangkut hasil tambang untuk dibawa ke pelabuhan transit yang seharusnya mereka memakai solar industri karena tergolong sebagai angkutan industri. Bukan hanya solar saja yang habis disedot oleh angkutan batu-bara, jalan-jalan pun sering rusak akibat muatan truck batu-bara.
Setali tiga uang dengan masalah solar, listrik pun kerap kali byar-pet. Kalimantan timur yang tebing-tebingnya sudah digali untuk diambil batu baranya untuk kebutuhan energi listrik yang menjadikan bukit-bukit hijau menjadi danau buatan raksasa pun ternyata masih kekurangan pasokan listrik. Selama hampir lima tahun menginjak bumi borneo, kejadian mati listrik hampir terasa tiap hari walaupun sekarang intentitasnya dan durasinya berkurang.
Sungguh tak adil, daerah penghasilkan minyak tetapi rakyatnya harus mengantri ketika membutuhkan minyak, daerah penghasil batu-bara namun listriknya harus sering padam dan bukan cuma itu saja yang dirasakan, mulai dari lingkungan yang tercemar karena efek dari pertambangan, jalan yang rusak karena dilalui oleh kendaraan-kendaraan yang melebihi tonase.
Kepada siapa berharap jika Indonesia-pun seperti "Tikus yang mati di lumbung padi".
No comments:
Post a Comment